Wednesday, May 8, 2013

This Little Town.. Part 7

"Apa yang kau lakukan? Sangat tidak adil jika kau menghalangiku dengan cara seperti ini dan kau tahu itu!" Bentakku pada Alexander.
 "Hei, tenang, sobat." dia menjawab bentakkan-ku tanpa ada emosi di wajahnya. Bahkan, dia terlihat sangat santai. " Aku tidak akan menghalangimu mencari informasi-informasi untuk mengetahui masa lalu, dan alasan untuk menangkapku. Karena aku tidak suka bermain dengan cara itu"
 "Kalau begitu, lebih baik kau menyingkir dari sini dan biarkan aku bekerja dengan caraku!" kataku, masih membentak.
 "Tidak secepat itu" jawab Alexander sambil mengambil sebuah kertas dan melambaikannya padaku. "Aku lebih suka bermain dengan caraku. Bagaimana kalau kau, detektif, mencari jawabannya melalui selembar kertas ini?" lanjutnya sambil meletakkan kertas tersebut di atas Bryan lalu beranjak keluar.
 "Oh, kebetulan tadi aku menyuntikkan racun ke infus Bryan" tambah Alexander. "Aku sebenarnya lebih suka jika dia mati, tapi, aku berubah pikiran. Ini, penawar racun untuknya. Silahkan suntikkan sendiri" katanya sambil memberikan penawar racunnya dan meninggalkan aku dalam keadaan bingung.

 Aku berjalan mendekati Bryan yang terbaring semakin lemah dan denyut jantungnya yang semakin melemah. Buru-buru aku menyuntikkan penawar racun ke infusnya dan menunggu reaksi Bryan. Sudah lima menit aku menunggu, tetapi tidak ada reaksi pada Bryan. Denyut jantungnya tetap semakin lemah. Aku panik, aku cari-cari dimana kesalahanku hingga aku menyadari kalau ternyata.. Klem infus Bryan dibuat seakan menjepit selang infus sehingga cairan infus tidak bisa mengalir ke tubuh Bryan. Dengan sigap aku melonggarkan  klem infus Bryan supaya penawar racunnya mengalir ke tubuh Bryan bertepatan dengan masuknya dokter yang akan memeriksa keadaan Bryan. "Ehm, apa yang kau lakukan?" tanya dokter.
 "Eh, selamat siang dokter" jawabku sopan. "Aku hanya melonggar-"
 Belum selesai aku berbicara, Bryan mendadak kejang-kejang. Dokter dengan sigap memeriksa keadaan Bryan sedangkan aku berdiri bingung disudut ruangan. Apa yang salah? Bukannya aku sudah memberinya penawar? Tak lama kemudian, sang dokter berbalik. Aku dapat melihat raut emosi yang meledak dari wajah dokter. "KAU MERACUNINYA!" teriak sang dokter.
 Aku terdiam, mencoba mencerna kata-katanya. "Maksud dokter? tanyaku
 "Jangan berpura-pura bodoh! Kau baru saja meracuninya, dan betapa cerobohnya kau meninggalkan jarum suntiknya di sini" kata dokter sambil menunjukkan jarum suntik yang tadi aku gunakan, lalu memanggil security. Aku yang masih dalam keadaan panik, tiba-tiba beranjak keluar dan berlari. Aku terus berlari menuju lift, hingga tiba-tiba, seorang security menangkapku dan memukulku keras sehingga aku jatuh pingsan.

 Ketika aku terbangun, aku benar-benar pusing sehingga aku bangun dengan bersusah payah. Badanku pegal-pegal dan aku tidak tahu aku berada dimana tetapi yang aku tahu, aku masih memakai kemeja dan mantelku. Mataku terasa berkunang-kunang. Aku pukul pelan kepalaku dan memejamkan mata hingga terasa sedikit lebih tenang. Kubuka mataku dan melihat sekelilingku dan menyadari kalau aku sedang berada di dalam penjara, dan aku kaget ketika melihat Karen sedang duduk di depanku.
 "Apa kau gila? Kau meracuni Bryan!" bentak Karen. "Aku tidak percaya kau meracuni orang yang begitu penting untuk kasus ini! Kau ta-"
 "Stop!" potongku. "Aku dijebak, oke?"
 "Lantas, kenapa kau berlari?"
 "Bajingan itu menipuku. Pertama, dia membuatku panik ketika dia berkata kalau dia telah meracuni Bryan dan beralasan bahwa dia berubah pikiran dan memberiku penawarnya. Kamu tentu saja tahu, ketika orang panik, mereka akan melakukan apapun untuk mengatasi rasa paniknya"
 "Tentu saja aku tahu itu. Tetapi tidak adakah sesuatu yang membuatmu curiga?" Sampai saat ini, Karen masih terlihat curiga padaku. Dan, nada bicaranya juga begitu sinis.
 "Dia adalah seorang jenius. Dia merapatkan klem infus sehingga membuat denyut jantung Bryan melemah dan membuatku yakin kalau Bryan memang telah diracuni. Dan tentu saja hal itu membuatku semakin panik dan langsung menuntikkan "penawar" itu ke tabung infus dan melonggarkan klemnya lima menit setelah aku menyuntikkan "penawar" itu karena aku juga baru menyadarinya" jelasku sambil mencengkram kepalaku karena menyadari betapa bodoh dan naifnya aku.
 "Maaf mengganggumu Nona Karen. Tetapi waktu untuk mengunjungi tuan Scott sudah habis" kata salah seorang polisi. "Tuan Scott, dulu aku sangat mengagumi-mu. Tetapi, aku tidak percaya bahwa kau telah membunuh seseorang yang tidak bersalah"
 "Maaf, tetapi itu semua adalah kecelakaan." bela Karen. "Kau akan mengetahuinya nanti"

Sudah lima jam aku duduk termenung di dalam penjara. "Bodoh! Bagaimana bisa aku tertipu dengan mudahnya?" gumamku sambil menghentakkan kedua tanganku di kursi lalu menyadari bahwa semua gumamanku tadi sia-sia. Aku menyandarkan kepalaku ke dinding. Mengingat kembali kejadian singkat di rumah sakit tadi. Dan itu mengingatkanku pada kertas yang diberikan si Psikopat. Segera aku ambil kertas itu di saku bajuku dan membacanya.

"BegitTu bodohnya kau bisa tEertipu dengan tipuanku. Mmungkin kaUu bukan detektiI-"

 Aku berhenti membaca surat itu. Aku pandangi beberapa kata di surat itu dan menemukan banyak kesalahan pengejaan. Banyak sekali kata-kata yang salah-satu hurufnya dibuat menjadi dua huruf. "Aneh. Apa maksud dari kertas ini?" gumamku. Aku lalu menerawang, mencoba memikirkan apa yang dipikirkan Psikopat itu saat menulis surat ini. Surat berukuran A4 dengan banyak tulisan yang salah hampir di setiap kalimat. Tiba-tiba aku mendapat sebuah ide.
 Aku ambil pena dari kantong kemejaku dan menuliskan huruf-huruf yang dilipatgandakan sehingga membuat sebuah kelimat;

"Temui aku di hutan Ravenwood pada tengah hari dua hari lagi"

 Aku tersenyum sinis sambil bergumam, "Kau memang licik" lalu melempar surat itu.

Bersambung



0 comments:

Post a Comment