Wednesday, May 8, 2013

Misteri Kota Tua.. Part 4


"Apakah kamu yakin, Lotus?" kataku setelah mendengar ide Lotus tentang teka-teki terakhir itu. "Ya, yah. Aku sangat yakin. Hanya di sana ayah bisa menemukan pria bersabit." Lotus mempertegas idenya. Aku segera menelfon Nikolai dan membuat  janji untuk bertemu di tempat yg Lotus katakan. Setelah membuat janji, Florence mengobatiku dan melanjutkan tidur kami. Keesokan harinya, aku menuju tempat yg telah kami janjikan. Aku duduk di atas kursi tua sambil menunggu Nikolai yg sepertinya telat. "Kevin! Kevin! Lihat, aku menemukan sesuatu di balik kertas ini" kata Nikolai berlari kearahku sambil melambaikan kertasnya yg menjadi lebih tipis. "Lihat, kertas ini ternyata di-double dan di rekatkan dengan kertas lainnya" Nikolai berbicara dengan semangat menggebu-gebu. Aku melirik kertas itu dengan seksama. Aku hanya melihat tulisan-tulisan yg tidak bisa aku mengerti. Sepertinya itu adalah bahasa kuno yg dulunya dipakai di kota ini. "Menurutku, ini adalah bahasa kuno yg dipakai di kota ini. Tetapi anehnya, aku tidak bisa menemukan tata bahasa ini di buku manapun." Nikolai menjelaskan. Aku mengangguk dan berkata, "Kita acuhkan saja dulu. Bisa saja ini semacam jebakan". Kami sengaja bertemu sore hari dan menunggu sampai malam. Karena, di saat itulah kota ini hidup. Tak terasa, malampun menyelimuti kota ini. Jalanan yg sepi menambah kesan angker di kota ini. Dan di sinilah kami. Di jantung kota yg terdapat patung dewa kematian yg sedang memegang sabit. Sabit panjang yg menjadi icon dari dewa kematian.

Kami mencari cara untuk berkomunikasi dengan patung ini. Kami memulainya dengan hal dasar seperti, "Hai" atau "Halo"  tapi tidak ada reaksi. Lalu kami mencoba untuk mencari sesuatu seperti tombol rahasia atau semacamnya. Hasilnya tetap. Nihil. Tidak habis akal, kami menocba sesuatu seperti, "Bangkitlah!!" sampai "Bangunlah wahai dewa kematian" tapi hanya keheningan malam yg kami dapatkan. Kami sudah kehabisan akal. Kami menduduki kursi tua itu dan tiba-tiba mendengar suara tawa yg mengerikan. Suarau tawa itu tidak bersumber pada satu orang. Tetapi banyak orang. Tawa itu membuat kami menutup telinga kami dan berusaha lari ke rumah masing-masing. Tetapi rumah Nikolai terlalu jauh, sehingga aku memaksa Nikolai untuk menuju rumahku saja. Kami berlari sekencang yg kami bisa. Tiba-tiba burung gagak jatuh di hadapan kami. Kami berhenti dan mendongak ke atas. Kami bergidik ngeri melihat rombongan gagak terbang mengitari kota tua ini. Dan beberapa di antara mereka jatuh tak bernyawa. Pot-pot bunga penduduk kota bergetar hebat dan angin berhembus kencang sehingga menyusahkan kami untuk fokus berlari ke rumahku. Suara tawa itu terdengar semakin nyaring, semakin mengerikan. Keringat dingin membasahi keningku dan rasa takut menjalari sekujur tubuhku. Tetapi kami tetap saja berlari sekencang yg kami bisa. Tiba-tiba tawa itu berhenti. Angin berhneti berhembus dan pot bunga berhenti bergetar. Tampak seseorang berpakaian serba hitam berdiri di hadapan kami. Wajahnya tertutupi topinya yg besar. "JANGAN AMBIL HARTA KARUN ITU ATAU KALIAN AKAN MATI!" orang itu berkata. Dia melepaskan topinya dan berteriak. Wajahnya yg sangat buruk membuatku takut. Dan teriakannya yg nyaring memekakkan telingaku. Aku menarik pundak Nikolai dan menyeretnya menuju rumahku. Teriakan itu berhenti secara tiba-tiba. Dan yg selanjutnya terjadi adalah, Nikolai terhempas secara tiba-tiba dan pohon bambu menusuknya tepat di perutnya. Aku berteriak dan berlari kearahnya. Aku mencengkram bajunya. Dia terlalu lemah untuk berbicara. Dia mengambil kertas di kantong bajunya dan memberikannya padaku. Dia tersenyum dan akhirnya menghembuskan nafas terakhirnya. Aku mengambil gulungan kertas itu dan tiba-tiba terhempas dan menabrak dinding di belakangku. Orang yg memakai baju hitam itu menghampiriku dan mengulurkan tangannya untuk mencekik leherku. Aku menghempaskan tangannya dan berlari. Dan akhirnya aku berhasil memasuki rumahku.

Rasa lemas, takut dan sedih bercampur. Aku sudah terlalu capek mengurusi hal-hal seperti ini. Aku sudah menyerah. Aku tak tahan lagi. Disaat aku menceritakan ini ke keluargaku. Lotus berdiri menghampiriku dan memelukku. Sedangkan Florence mengelus kepalaku dan berkata, "Kamu pasti bisa. Dan kami akan selalu mendukungmu apapun yg terjadi" , "Iya, yah. Sekarang bisakah ayah berikan gulungan kertas itu lalu beristirahat sedangkan aku dan ibu berusaha memecahkan kode ini?". Aku mengambil gulungan kertas itu di kantong celanaku dan memberikannya pada Lotus, putriku yg cantik dan cerdas. Lalu Florence berdiri dan mengulurkan tangannya. Aku ulurkan tanganku dan berdiri. Florence lalu menuntunku menuju kamar. Dia mengecupku dan pergi menemui Lotus. Aku sangat bangga dengan keluargaku. Mereka tetap mendukungku meskipun aku telah meletakkan mereka ke dalam kota tua yg mengerikan ini.

Keesokan harinya aku terbangun dan menemukan Florence berdiri di sisi kasur. Dia tersenyum melihatku lalu memelukku. Aku merasa aneh dengan pelukan itu. Aku tidak merasakan adanya kasih sayang dipelukan itu. Semakin lama pelukan Florence semakin erat. Aku merasa tercekik dan sedikit mendorong Florence untuk menandakan bahwa aku merasa sesak. Tetapi pelukan itu malah semakin erat dan aku merasa semakin sesak. Semakin kesulitan bernafas. Aku berusaha keras untuk melepaskan pelukan yg menyakitkan itu. Tetapi pelukan itu semakin kuat dan membuatku semakin lemas. Florence berbisik pelan di telingaku, "mati kau" dan mempererat pelukannya. Aku menjadi semakin lemas dan tak bertenaga. Mataku berkunang-kunang. Nafasku sesak. Pada detik-detik kematianku, Seseorang menghantam Florence dengan vas bunga. Dia pingsan dan aku langsung mendorongnya. Aku menarik nafas dalam-dalam dan berusaha memfokuskan mataku. "Sayangku, apakah kau tidak apa-apa??" Florence memelukku. Aku bisa merasakan kasih sayang di pelukan itu. Dan aku merasakan rasa cemas dipelukan itu. "Tunggu, kalau ini kamu. Lantas, siapa yg memelukku tadi" tanyaku. Aku melirik "Florence" yg pingsan tadi dan menemukan paras cantik Florence, menjadi nenek tua yg sangat menyeramkan. Dia tertawa, lalu mengambil pecahan kaca dan berusaha menusuk kami dengan itu. Kami mundur dan terus mundur hingga kami menabrak dinding. Nenek itu semakin mendekat dan mengayunkan tangannya. Kami berpelukkan. Tetapi yg selanjutnya kami dengar adalah teriakan kesakitan yg mengerikan. Aku membuka sebelah mataku dan melihat nenek itu terbakar dan menghilang.

"Pergi kau, setan!!" teriak Lotus. Dia sedang memegang sebuah botol. "Apa isi dari botol itu, nak?" tanya Florence. "Aku barusan melihat ruang kerja ayah. Lalu aku mendengar suara pecahan kaca dan tawa nenek itu. Aku melihat-lihat sekitar dan melihat ada botol bertuliskan 'air suci'. Tanpa pikir panjang, aku ambil dan berlari ke kamar ini dan menyiramkan air suci ini." jelas Lotus. "Aaah, ibu sangat bangga padamu, nak" kata Florence sambil memeluknya. "Oh iya. Ayah, sepertinya aku tahu siapa yg harus ayah hubungi" kata Lotus sambil mengambil secarik kertas dan memberikannya padaku.

Nama : Felix
umur : 98 tahun
Tinggal: Rumahnya tepat berada di hadapan patung dewa kematian
Diketahui sebagai: Tetua kota ini

Lotus benar, aku harus menghubungi Felix dan menanyakan apa yg terjadi. Dan tentu saja menanyakan arti dari tulisan yg diberikan Nikolai.

Bersambung


0 comments:

Post a Comment