Wednesday, May 8, 2013

Misteri Kota Tua.. Part 5


Seperti yg sudah direncanakan. Aku pergi ke kediaman Felix, tetua di kota ini. Menurut informasi dari Thomas dan tuan Penderghast, Felix sangat serius dan tidak suka berbasa-basi. Jadi aku harus berhati-hati berkomunikasi dengan dia. Pagi-pagi sekitar jam 09.00 aku sudah berada di depan pagar rumahnya. Rumahnya terlihat sangat tua, di beberapa sisi rumah sudah ditumbuhi tanaman rambat. Pohon-pohon tertata rapi dan rumput liar tumbuh cukup tinggi. Aku melewati pagar rumahnya yg berwarna kelabu itu dan berjalan menuju pintu rumahnya. Aku mengetuk pintunya 3 kali dan mendengar suara, "Silahkan masuk" dari Felix. Aku putar gagang pintu tersebut dan memasuki rumahnya yg mewah, namun terkesan sederhana. Setelah memasuki rumahnya, aku memberikan buah-buahan dan sayur mayur yg sudah kusiapkan sebelumnya. Dia menerimanya dan menaruhnya di sebelahnya.

"Iya, ada masalah apa?" kata Felix dengan ramah. Aku menceritakan semua kejadian-kejadian ganjil yg aku alami. Tak lupa aku ceritakan tentang kematian kolegaku, Nikolai. Felix tampak sesekali menganggukkan kepalanya. Sesekali pula dia mengerutkan dahinya. Setelah aku menyelesaikan kejadian-kejadian ganjil yg aku alami, Felix membuka mulutnya, "Tadi kamu mengatakan bahwa Nikolai memberikan gulungan kertas. Bisakah aku melihatnya?". Aku berikan kertas itu dan melihat Felix membacanya. Setelah dia selesai membacanya, tampak ketegangan di wajahnya. "Apakah kau ingin mengambil harta ini dan menyelamatkan kami?" tanya Felix. Aku mengangguk lalu Felix berbicara dengan wajahnya yg serius, "Baiklah. Temui aku di tengah taman besok. Pada sore hari". Aku mengangguk lagi. Dia lalu mengantarku ke pintu depan. "Jangan lupa bawa beberapa teman, perjalanan kalian akan sangat panjang" pesan Felix. Aku mengangguk dan berjalan menuju rumah tuan Penderghast untuk menemaniku mengambil harta karun tersebut.Tuan Penderghast bersedia menemaniku, bahkan dia menjanjikan akan membawa seorang teman. Setelah memberitahu kapan kami akan bertemu, aku berjalan pulang.

"Bagaimana yah? Apakah ayah mendapatkan suatu petunjuk?" tanya Lotus ketika menyadari kedatanganku. "Sudah dong. Felix akan membantu membukakan gerbang menuju ruang rahasia." jelasku. "Kevin, suamiku. Ayuk duduk di sini. Sudah lama kita tidak bersantai" ajak Florence, istriku yg cantik dan baik hati. Aku duduk di atas kursi kayu dan menyeruput kopi pahit yg sudah Florence sediakan. Hatiku terasa tentram, tenang dan seperti ada perasaan lega. Sudah lama aku tidak merasakan ketenangan seperti ini. Aku melihat Florence yg duduk dan menyandarkan kepalanya di pundakku. Lalu aku berpaling dan melihat Lotus yg sedang menyirami bunga. Ya, taman rumah kami memiliki berbagai macam bunga. Diantaranya adalah tulip yg sangat disukai Florence. Lotus? Dia menyukai bunga teratai. "Aku sangat menyukai bunga ini. Sangat indah. Namanya juga sama dengan namaku, Lotus" katanya setiap aku tanyakan kenapa dia sangat suka memperhatikan bunga kesukaannya itu.

Hari sudah malam, kami memasuki rumah dan memastikan semua jendela dan pintu terkunci, sedikit bersantai dan beranjak tidur. Setelah aku memakai piyama, aku melihat Florence dan Lotus yg berdiri di depan pintu kamar. " Ayah, kami ingin ikut ayah menuju harta tersebut" kata Lotus sedikit takut-takut. "Apakah kalian yakin? Perjalanan akan sangat panjang dan berbahaya" kataku mengingatkan mereka. "Kita keluarga. Senang dan sedih kita lalui bersama. Kita saling mendukung dan melindungi satu sama lain" Florence berkata dengan bijak. "Hmm. Baiklah, sepertinya aku tidak ada pilihan lain" kataku memutuskan. Lalu mereka tersenyum dan berlari memelukku.

Keesokan harinya (sekitar jam 04.00) kami sudah berkumpul di jantung kota. Tempat dimana patung dewa kematian berdiri dengan kokoh. Felix menyuruh kami untuk sedikit bersantai dan memantapkan niat karena perjalanan ini sangat beresiko. Sembari menunggu jam 06.00 tiba, kami melakukan kegiatan yg setidaknya merilekskan kami. Aku dapat melihat Lotus mengejar kupu-kupu. Florence yg sedang duduk dengan anggun diantara rerumputan dengan kepala mendongak keatas dan menutup matanya. Dia sedang menikmati anugerah tuhan seakan-akan ini adalah saat terakhirnya. Tuan Penderghast ngobrol dengan temannya, Thomas. Iya, Thomas asistenku. Felix sedang mondar-mandir di depan patung dewa kematian tersebut. Sesekali dia berhenti dan memperhatikan patung tersebut, lalu tersenyum dan kembali mondar-mandir. Aku sendiri sedang memikirkan apa yg akan terjadi nanti dan bagaimana aku bisa menjaga diriku dan orang-orang yg akan ikut nanti.

Waktu sudah menunjukkan jam 06.00 malam. Kami berkumpul di depan patung tersebut sementara Felix yg berdiri paling depan sedang membaca mantra. Beberapa saat kemudian kabut mulai turun dan menyelimuti seisi kota. Aku melihat sekeliling. Semua orang yg tadi di sekelilingku mendadak hilang. Di hadapanku, kabut mulai bersibak dan samar-samar aku melihat seseorang. Semakin lama orang itu semakin mendekat. Semakin dia mendekat, semakin jelas pula rupanya. Ternyata orang itu adalah dewa kematian. "Beraninya kau mencoba mengambil harta kami! Apakah kau akan menjadi pahlawan untuk kota ini? Hahahah, aku bahkan tidak bisa  membayangkannya" remehnya. Lalu dia melanjutkan, "Hah! Kau pikir aku akan membukakan jalan untukmu?! TIDAK AKAN!". Aku yg sedari tadi diam saja, memberanikan diri untuk berbicara. "Apa maksudmu menjadi pahlawan?". Dewa kematian itu berbalik dan mengatakan, "Jadi kau belum mengetahuinya ya? Hahahah, pahlawan macam apa yg tidak mengetahui seluk beluk kota yg ingin dia selamatkan? Baiklah, mari kita sedikit bermain. Aku akan membukakan jalan, dan kalian silahkan mencari harta tersebut" dewa kematian menantangku. "Cukup mudah" jawabku dengan rasa curiga. "Hahahah, kau pikir aku akan membiarkanmu lewat semudah itu? Sungguh bodoh! Tentu saja aku akan memberikan ujian untuk kalian. Hahahah!" dewa kematian tertawa dengan suaranya yg sangat mengerikan. Baru inginku tanya ujiannya berupa apa, dewa tersebut terbang menembus badanku. Lalu aku jatuh pingsan.

"Kevin! Suamiku! Bangun!" suara Florence samar-samar terdengar dan menyadarkanku. Aku dapat merasakan tangan halusnya menampar pelan pipiku. Aku membuka mataku dan memfokuskan pandanganku. Semuanya menatapku dengan penuh rasa prihatin. "Apa yg terjadi?" aku membuka mulutku dan akhirnya semuanya menghembuskan nafas lega mereka. "Kamu tadi tiba-tiba pingsan. Mukamu sangat pucat, badanmu dingin. Bahkan denyut nadimu hilang. Sesaat kami pikir kamu mati. Tapi syukurlah kamu sudah siuman. Oh iya, saat kamu pingsan, ada pintu rahasia yg tiba-tiba saja terbuka." Thomas menjelaskannya padaku dengan singkat. Aku berusaha berdiri dan menahan rasa sakit di kepalaku dan memerintahkan mereka untuk memasuki jalan rahasia yg tadi terbuka. Aku menyuruh mereka untuk masuk duluan dan menungguku karena aku dipanggil oleh Felix. "Baiklah, aku hanya bisa menemani kalian sampai di sini saja." kata Felix sekalian pamit. " Tunggu, tadi Thomas mengatakan denyut nadiku tidak ada,kan?" tanyaku. "Ya, memangnya ada apa?" tanya Felix. "Berarti saat aku berbicara dengan kematian, aku.. Aku mati"

Bersambung

0 comments:

Post a Comment