Wednesday, May 8, 2013

This Little Town.. Part 5


Setelah aku membaca surat itu, segera aku merogoh sakunya. Tapi sayang, Psikopat itu terlalu cerdas. Dia sudah mengambilnya. "Jelas, dia tidak ingin semua ini menjadi terlalu mudah" gumamku. Tak berapa lama kemudian, terdengar suara sirine ambulans dari kejauhan. Segera aku dan Karen segera menyuruh orang-orang untuk minggir dan memberi ruang untuk orang yg wajahnya tersiram air raksa ini. Ambulans berhenti tepat di hadapanku, setelah menjawab beberapa pertanyaan dari petugas ambulans, aku dan Karen bergegas pulang.

"Bagaimana dia bisa bergerak begitu cepat? Maksudku, mengambil dompetnya dan menyiramnya dengan air panas dengan sangat cepat! Bisakah kau mempercayainya?" tanyaku sambil beberapa kali memukul setir mobil. "Tenang, aku tahu kau sedang kesal. Tetapi tetaplah fokus, jangan terbawa emosi seperti ini. Itulah yg dia inginkan, membuatmu tenggelam dalam emosi dan disaat kau rentan, dia akan menjegalmu!" jelas Karen. Aku terdiam, Karen ada benarnya. Walaupun aku belum tahu apa motif sebenarnya dari Psikopat ini, tetapi tetap saja aku harus tenang dan mengendalikan emosi. Setelah percakapan tadi, keheningan melanda mobilku hingga akhirnya Karen meminta untuk menginap semalam di apartemenku. Aku mengangguk pelan dan tak berapa lama kemudian kami sampai di apartemenku.

Setelah memarkirkan mobil dan menuju kamarku, aku langsung mengambil berkas-berkas yg diberikan Psikopat itu. Tetapi Karen menahan tanganku dan memaksaku untuk istirahat. Dengan sedikit terpaksa, aku merebahkan tubuhku diatas kasur empukku dengan Karen di sebelahku. Mungkin aku memang sudah terlalu letih, karena tak sampai 5 menit, aku sudah tertidur pulas.

Ketika aku bangun, Karen sudah tidak ada di sisi kasurku. Dia hanya meninggalkan note di atas meja tempat aku menaruh jam wekerku.
Kupikir kau butuh sedikit istirahat. Jadi aku matikan alaramnya dan aku meminjam mobilmu untuk mengambil beberapa barang. Dan ya, aku juga membawa berkas-berkas dari psikopat itu. Aku hanya ingin kau beristirahat hari ini.

Peluk cium,
Karen

Aku tersenyum dan bergumam, "Dasar karen. Selalu saja seperti itu". Aku lalu bangun dan membuat segelas kopi susu dan meminumnya di atas balkon sambil memerhatikan kota. "Sudah lama aku tidak merasakan ketenangan ini" gumamku. Tetapi ketenangan itu tak berlangsung lama, karena tiba-tiba ponselku berdering. Ternyata yg menelponku adalah John, informanku. "Ya?" kataku membuka percakapan. "Scott! Cepat datang ke perumahan 'spring garden'!" jawabnya dengan nada sedikit panik yg lalu menutup teleponnya. Aku memutar mataku kesal karena seseorang mengganggu ketenanganku. Tapi ini adalah tugas, dan aku tak bisa mengabaikannya. Segera aku memakai pakaian kerjaku lalu memanggil taxi untuk pergi menuju rumah Karen.

Sesampainya di rumah Karen, aku melihat Karen yg kebetulan sedang mengunci pintu rumahnya. "Hey, kau mendapatkan kabar itu juga?" tanyaku sambil membayar ongkos taxi. "Ya, tentu saja" jawabnya sambil membuka pintu mobilku. "Mau ikut?" tanya Karen dengan nada sedikit menggoda. "Tentu saja" tanyaku sambil tertawa pelan.

"Kenapa hari ini jalanan harus tertutup oleh kabut?" tanya Karen kesal. Aku tertawa kecil, Karen sangat lucu dan menggemaskan saat sedang kesal. "Hey, apa yg kau ketawakan?" tanya Karen. "Ah, tidak" kataku sambil berdehem. Ya, jalanan saat ini sedang tertutup kabut yg cukup tebal dan mengesalkan. Kami terpaksa jalan sedikit lambat demi keselamatan kami. Tetapi pekerjaanku memaksaku untuk bergerak cepat. Dilema, tetapi keselamatanku harus diprioritaskan, siapa lagi yg akan menyelidiki kasus Psikopat ini kalau bukan aku?

30 menit kemudian kami akhirnya sampai di perumahan 'Spring Garden'. Kabut sudah mulai menipis, tetapi tetap menghalangi pengelihatan kami. Dan itu membuat kami kesulitan menemukan rumah korban. Untung John mau membantuku menemukan rumah korban melalui ponsel. Sekitar 10 menit lamanya kami mencari, akhirnya kami sampai juga di rumah korban yg didesain minimalis. Dengan warna-warna cerah seperti biru langit, hijau, putih, dan lain-lain dipadu dengan indahnya sehingga rumah ini terlihat sangat menarik.

"Hey, Scott! Kami sudah menunggumu" teriak John. "Ya, kabut menghalangi pandangan kami" jawabku dengan nada sedikit kesal. "Bisakah aku langsung memasuki rumah ini dan mengeceknya?" lanjutku. John dan beberapa polisi serentak menganggukkan kepalanya.

Aku dan Karen jalan beriringan memasuki rumah itu. Lalu kami mulai menelusuri ruangan demi ruangan di rumah itu. Rumah itu berantakan sekali, bercak darah yg tampak menghiasi dinding, pecahan kaca serta bingkai-bingkai foto yg sudah patah tampak seolah-olah menghiasi ruangan. Aneh, tidak ada satupun mayat yg tergeletak di rumah itu. Sentak kami menjadi bingung dan terdiam. Ditengah-tengah keheningan kami, terdengar suara oven yg mengagetkan kami. Segera aku dan Karen berlari menuju dapur dan membuka oven.

Di dalam oven itu tersimpan sesuatu yg bundar terbungkus kertas nylon dan terletak diatas piring. Di ujung piring tertera tulisan yg sepertinya ditulis menggunakan spidol permanen;
Nikmati bersama makanan yg sudah ku siapkan di meja makan
Aku dan karen langsung pandang-pandangan. "Bagaimana kalau kita letakkan saja benda ini ke meja makan?" tanya Karen. Aku mengangguk pelan lalu beranjak menuju ruang makan. Aku buka tudung saji yg berada di meja makan dan aku sangat terkejut ketika melihat potongan-potongan tubuh yg sudah sedikit gosong karena sepertinya sudah digoreng sebelumnya. "Jangan-jangan ini adalah.." kata Karen sambil memuka bungkusan nylon. Dan dugaan kami hampir tepat. Itu memang kepala manusia yg dipanggang. Tetapi sebenarnya itu adalah 2 kepala manusia yg dipanggang. Hanya saja kepala itu dibelah 2 terlebih dahulu dan disatukan bagian wajahnya lalu dibungku dengan nylon lalu dipanggang.

"John! Cepat kemari dan bawa polisi-polisi itu!" teriakku dari dalam rumah. Tak lama kemudian, John dan polisi datang menuju kami dan segera menginvestagasi potongan mayat itu. "John, bisakah kau mencari informasi tentang keluarga ini?" tanyaku. "wajah mereka agak sedikit sulit untuk dikenali tapi, aku akan berusaha" jawabnya sambil mengangkat pundaknya. Lalu aku menjabat tangan John. Ketika aku menjabat tangannya, tak sengaja aku menghadapkan wajahku ke jendela dan melihat seseorang berdiri di pinggir pagar memerhatikan kami.

Aku penasaran, dengan buru-buru aku keluar rumah dan mengejar pria itu. Tetapi dia sudah tidak ada. Aku berlari menuju tengah jalan daerah kompleks itu. Tetapi kabut masih menutupi pandanganku. Tiba-tiba seseorang menepuk pundakku sambil mengatakan, "Hey, ada apa denganmu?" yg lalu secara reflek aku arahkan pistolku padanya. "Whoa, hati-hati dengan itu" kata Karen. "Maaf. Aku hanya.. Melihat, seseorang" kataku. Karen mengernyitkan dahinya. "Lupakan itu, sekarang fokus dengan kasus yg terjadi akhir-akhir ini saja. Kau belum menyelesaikan kasus orang yg wajahnya rusak akibat air raksa, kan?" tanya Karen.

"Aku belum menyelesaikan kasus itu. Tetapi kasus ini juga harus aku selesaikan. Tetapi, pertanyaannya. Orang-orang ini berasal dari keluarga yg berbeda, atau.. Mereka adalah satu keluarga?"

Bersambung

0 comments:

Post a Comment