Wednesday, May 8, 2013

Misteri Kota Tua.. Part 1


Namaku Kevin. Aku tinggal di perumahan elite dan tinggal bersama istriku, Florence dan putriku, Lotus yg sedang berumur 13 tahun. Aku bekerja sebagai pemburu harta karun. Sebenarnya, istriku sudah melarangku untuk bekerja dibidang itu. "Ayo lah ayah. Itu berbahaya." , "Itu bukan bahaya. Itu tantangan" kataku mengelak. Istriku hanya menghela nafas dan pergi begitu saja. Jika kalian ke rumahku, kalian akan melihat banyak benda antik. Tentu tidak semua benda antik aku simpan. Beberapa diantaranya aku jual dan mendapat keuntungan besar. Permata dan emas yg paling banyak aku jual. Benda seperti itu sudah tak dapat dihitung lagi di rumahku.

Pagi ini aku mendapat tugas berburu harta karun yg tersimpan di suku pedalaman Afrika. Aku sangat senang ketika mendapat tugas itu. Aku langsung menelfon temanku yg kebetulan bekerja sebagai penjual tiket pesawat (resmi), dan membooking pesawat untuk hari minggu. Sebagai pemburu harta karun, aku mempunyai banyak teman di seluruh dunia. Jadi, aku telfon temanku yg di Afrika sana dan meminta dia untuk memesan kamar tidur di hotel dan transportasinya. Aku menyuruh istri dan putriku untuk bersiap-siap ke Afrika. Istriku menghela nafasnya dan berjalan lunglai untuk bersiap-siap. Aku mengerti perasaan resah itu. Aku menghampirinya dan berbicara padanya, "Ayolah sayang. Ini tidak akan terlalu buruk. bujukku. "Hanya saja, semua yg kamu kerjakan terlalu berbahaya. Hampir setiap kamu hampir menemukan harta karun itu, kamu hampir mati. Aku sayang padamu, aku ingin kamu selamat dan hidup bahagia. Disini, di rumah ini." mendengar perkataannya, aku tersentuh. "Baiklah, biarkan aku mendapatkan harta ini. Harta karun terakhir ini, dan kita akan hidup tanpa berburu harta karun lagi." kataku mencoba menenangkannya. Dia tersenyum dan berkata, "Baiklah. Tapi aku ingin menjadi janji.", Aku tersenyum dan berjanji padanya.

Hari minggu tiba, dan perjalanan ke Afrika sangat lancar. Aku bertemu temanku, Thomas di sana dan dia mengantarkan kami ke tempat dimana kami bisa merental mobil dan akhirnya beristirahat di penginapan. Keesokan harinya, kami menuju ke tempat yg tertera di peta (yg aku dapat dari perkumpulan pemburu harta tentu saja). Sungguh, ini perjalanan yg sangat panjang dan melelahkan. Terutama karena jalanannya yg jelek dan kami sempat tersesat. Setelah kira-kira 12 jam kami menaiki mobil, akhirnya kami menemukan desa ini. Desa yg terpencil dan menyeramkan. 2 buah pohon yg sangat tua dan besar menjadi gerbang menuju desa itu.Di pohon itu pun banyak boneka yg menggantung. Ada yg kepalanya lepas, ada yg hanya kepalanya saja tergantung, ada yg utuh dan bermacam lainnya. Lotus, putriku sangat ketakutan melihat itu semua. Istriku menyadari ada yg aneh. "Ayah, aku merasa sepertinya boneka-boneka ini memperhatikan kita." aku mendongak dan membelalak melihat boneka-boneka itu mengarah kemana kami pergi. Seperti memperhatikan kami. Aku menghapus semua anggapan buruk dan terus memasuki desa ini. Setelah kami memasuki jantung desa, aku memberhentikan langkahku dan melihat sekeliling. Patung dewa kematian yg terbuat dari perunggu berdiri kokoh, bangunan-bangunan bergaya kuno juga berdiri megah. Ini tidak seperti desa, tapi kota tua yg terlupakan. Menurut buku yg aku baca, penduduk kota tua ini semua menggunakan bahasa inggris. Untung saja, aku tidak perlu membuka kamusku atau mencari translator untuk berkomunikasi.

Aku sedang menunggu asistenku, Thomas. Dia yg mencarikan tempat tinggal kami dan mengenalkan kami ke orang-orang penting (seperti tetua di kota ini). Baru saja aku memutuskan untuk duduk di kursi tua, seseorang yg memakai jubah dan topi hitam menghampiriku dan berbisik, "Jangan ambil harta itu atau jiwa-jiwa akan terbebas." bisiknya. Aku membalikkan badan untuk berbicara padanya, tapi dia sudah menghilang. "Jiwa-jiwa akan terbebas? Apa maksudnya?". Aku memandangi Florence yg sibuk membaca novelnya dan Lotus yg sedang bermain dengan Ipodnya sambil mendengarkan lagu. "Hey, apakah kalian sudah lama menunggu?" tanya Thomas yg mengacaukan lamunanku. "ah, tidak. Baru saja sampai" kataku sopan. Kami mengikuti Thomas ke rumah tempat kami tinggal. Rumah yg kebetulan dekat dengan 2 pohon yg digantungi boneka-boneka itu. Ketika kami sampai, aku memandangi halamannya. 2 pohon cemara berdiri kokoh di sisi taman. Daun pucuk merah menjadi pagar rumah kami. Kami memasuki rumah itu, Banyak sekali barang-barang antik di dalamnya. Barang-barang yg tidak akan kalian temukan di toko barang-barang antik. Percayalah, aku sudah mengeceknya. "Ini Dwayne, pemimpin kota ini dan ini istrinya, Rebecca." Thomas memberikan foto dan biodata mereka. "Dan ini nikolai, turis dari Russia. Dia juga sedang mencari harta karun. Dan jangan lupakan Felix. Dia tetua di kota ini." aku mengambil foto dan biodata mereka dan menyimpannya di box kecil.

Aku memutuskan untuk beristirahat selama seminggu untuk berbaur dan mengenali kota ini. Jujur saja, aku merasa aneh tinggal di kota ini. Kau tahu, boneka-boneka itu dan patung dewa kematian itu. Semuanya seperti menyimpan sesuatu yg janggal. Bukan, kota ini yg menyimpan sesuatu. Tengah malam aku dibangunkan oleh teriakan anakku, Lotus yg teriak histeris. "Aku melihatnya!! Aku bersumpah! Bayangan itu mencekikku dan menyuruhku pergi dari kota ini!" kata dia dengan wajahnya yg pucat. Aku mendengarkannya dan memeluknya. Dan aku menenangkan dia. Setelah memastikan bahwa itu hanya perasaannya saja, aku dan istriku kembali tidur. "Ayah, apakah ayah yakin kita akan aman di sini?" kata istriku cemas. Aku membelai rambutnya dan berbisik, "Aku yakin semua akan baik-baik saja." lalu mencium keningnya.

Paginya, aku memutuskan untuk berjalan-jalan. Suasana kota tampak suram. Beberapa bangunan sudah dijalari tanaman rambat, jalanan juga sudah dijalari tanaman rambat. Banyaknya pepohonan tua menambah kesan suram di kota ini. Aku berjalan melewati taman dan duduk di kursi. Aku mengambil buku journalku dan menulis keadaan kota. Selesai menulis, aku memandang lurus kedepan dan menyadari bahwa ada yg sedang memerhatikanku. Aku sipitkan mataku, berharap untuk bisa melihat lebih fokus. Tetapi dia menghilang setelah gerobak melewatinya. Hari semakin gelap. Dan aku lihat arlojiku, sudah menunjukkan jam setengah enam. Aku melihat sekeliling. Orang-orang berlalu-lalang buru-buru memasuki rumah mereka. Bahkan ada yg berlari ataupun menaiki kuda. Aku merinding. Rasa takut dan bingung bergerumul di otakku. Aku memutuskan untuk berjalan cepat ke rumah. Tetap jam 6 aku memasuki halaman depan rumah. Tepat ketika aku ingin memutar gagang pintu, aku mendengar bisikan pelan, "Satu persatu orang-orang memasuki rumahnya. Dan satu orang masih kebingungan." Aku membalikkan badan dan memfokuskan mataku ke boneka-boneka itu. Semua boneka itu memutar kepalanya dan seolah-olah memperhatikanku. Tiba-tiba saja burung gagal jatuh tepat di depan rumahku. Tubuhnya terbujur kaku, paruhnya membuka dan matanya masih terbuka lebar. Aku buru-buru masuk rumah dan menemui keluargaku. Ada yg salah dengan kota ini. Kota ini.. Dikutuk

BERSAMBUNG

0 comments:

Post a Comment