Wednesday, May 8, 2013

This Little Town.. Part 4


"A.. Alexander Black?" tanyaku terbata-bata. "Ya, perkenalkan" jawabnya sambil tertawa aneh seperti tokoh joker dalam film Batman. "Apa yg kau mau? Dan apa motifmu membunuh mereka?" tanyaku sebisa mungkin untuk tenang. "Aku hanya seseorang yg menginginkan kesenangan dan tantangan. Motifku? Hmmm, balas dendam?" jawabnya dengan cara yg sedikit aneh. Setiap kali ada jeda di antara perkataannya, dia menjilat bibirnya. "Balas dendam? Untuk apa?" tanyaku. Dia tidak menjawabnya. Tetapi dia memberiku map berwarna hijau transparan dan ada beberapa kertas di dalamnya. "Baiklah, kau tidak mau menjawabnya. Tetapi apa hubungannya denganku? Kau tau, semua pesan yg kau tujukan" lanjutku. "Kenapa kau bertanya? Kau detektifnya. Kau tokoh utamanya! Apa kau akan mengakhiri semua permainan ini sekarang?" jawabnya sambil mengulangi tawa aneh dan jilatan bibirnya setiap ada jeda. "Ngomong-ngomong, kalian sudah sampai tujuan kalian" lanjutnya. "Hey, ini rumahku. Bagaimana kau tahu rumahku? Aku bahkan tidak memberitahu tujuanku!" bentak karen. Namun Psikopat itu menjawabnya dengan tawa anehnya sambil mengangkat tangannya memberi isyarat pada kami untuk segera keluar. Aku lalu keluar dari taxi itu dan membiarkan Psikopat itu pergi. Lalu aku memperhatikan Karen yg sedang memperhatikanku dengan wajah penuh kebingungan.


"Kenapa kau tidak menangkapnya? Dia kriminal!" tanya Karen. "Tidak bisa, kita tidak punya bukti dan kita bahkan tidak tau motifnya. Kenapa dia mau balas dendam pada orang-orang itu. Tanpa adanya bukti dan motif yg kuat, pengacara sehandal apapun tidak bisa membantu kita" jawabku. "Tetapi dia memberimu kesempatan!" bentaknya. "Tidak bisa, mengambil kesempatan itu sama saja dengan aku menyerah. Percayalah, reputasiku akan turun begitu aku mengambil kesempatan itu. Dia bisa menjadi apa saja yg dia mau. Dia sangat licik" jelasku panjang lebar. Karen menundukkan kepalanya, lalu mengangkatnya lagi dan berkata, "Kau ada benarnya juga" sambil mengambil satu langkah mendekat dan memegang tanganku. "Bagaimana kalau kita beristirahat sebentar dan mempelajari berkas-berkas yg tadi dia kasih?" tawarnya. Aku mengangguk dan beranjak kedalam rumah Karen.


Aku duduk di atas sofa Karen yg berwarna jingga. Ya, Karen menyukai warna-warna pastel. Furnitur berwarna Coklat terang, jingga dan oranye banyak dijumpai di rumahnya. Tak heran jika rumah Karen terkesan terang. "Kau mau minum apa?" tanya Karen. "Cappuchino saja" jawabku sambil memperhatikan rangkaian bunga palsu di atas buffet Karen. Tak lama kemudian, Karen pun datang membawakan segelas teh dan secangkir cappuchino dan meletakkannya di atas meja di ruang tamu Karen. Aku pun kembali duduk di atas sofa jingga itu dan meneguk cappuchino yg dibuat Karen. Setelah itu, aku dan Karen berbincang-bincang dan beristirahat.


Malamnya, aku yg sedang menonton sebuah film bersama Karen di kamarnya, beranjak dari kamarnya dan mengambil map yg diberikan Psikopat gila tadi. "Bagaimana kalau kita kembali bekerja?" tanyaku sambil melambaikan map itu. Karen tersenyum lalu mengajakku untuk pergi ke ruang kerjanya. Aku meletakkan map itu di atas meja kerja Karen, membuka map itu, mempelajari berkas-berkas yg ada di map itu bersama Karen dan menuliskan kesimpulannya di note yg selalu aku bawa.
Bekerja di salah satu restauran seafood bintang 5. Terjadi tuduhan bahwa Alexander meracuni pelanggannya. Lalu dia dimasukkan ke penjara selama 8 tahun. Dan setelah keluar, dia dikucilkan dan menjadi stres berat. Diduga menjadi gila karena mengalami tekanan sosial dan overdosis obat.
"Hey, menurutmu, apa maksudnya memberikan peta ini?" tanya Karen sambil menggelar peta itu. Di peta tersebut, ada beberapa lokasi yg dilingkari. Sebagian dilingkari dengan tinda merah, dan yg lainnya dengan tinta hitam. "Perhatikan, lokasi yg dilingkari dengan tinta merah adalah lokasi orang-orang yg sudah dia bunuh" kataku. "Dengan kata lain, lokasi dengan tinta hitam adalah target selanjutnya" lanjut Karen. "Betul, tetapi masalahnya.. Kita tidak tahu dia akan memulai dari mana" kataku. "Dan waktunya" tambah Karen. "Bagaimana kalau kita istirahat sejenak? Mungkin kita akan menemukan petunjuk lainnya setelah pikiran kita sedikit lebih jernih" tawarku. Karen mengangguk pelan lalu menjulurkan tangannya. Aku genggam tangannya dan lalu kami keluar untuk membeli camilan.

Malam itu kami berjalan-jalan di tengah kota dan menemukan cafe yg terlihat nyaman. Kami lalu memutuskan untuk duduk dan makan di sana. Setelah memesan beberapa makanan pada pelayan, kami berbincang-bincang sambil menunggu makanan kami datang. Karena kami mengambil meja di luar cafe, kami pun menjadi lebih rileks untuk berbicara. Mungkin karena aura-aura santai di daerah luar. Namun, listrik mendadak menjadi tidak stabil lagi, lampu kota kedap-kedip membuatku pusing. Tetapi entah kenapa seperti ada sesuatu yg menyuruhku untuk fokus memperhatikan orang-orang yg lewat di depanku. Dan di sana ada seseorang yg memakai jaket tebal, menutup mukanya dengan hood jaket itu. Aku sedikit curiga dengan orang itu dan memutuskan untuk memperhatikan apa yg akan dilakukannya. Lampu jalan masih berkedip-kedip. Dan orang itu masih berjalan dengan santai. Lalu tiba-tiba lampu mati total. Dan kira-kira 15 detik kemudian, listrik kembali hidup dan disusul dengan teriakan seseorang.

Aku segera berlari menuju orang yg berteriak. Aku lihat dia sedang berguling-guling sambil memegang wajahnya yg berasap. "Wajahnya terbakar, tapi tidak ada api. Tidak ada bau gas" kataku sedang menganalisa. Lalu aku melihat genangan air tak jauh dari tempatnya berguling, aku ambil sekeping uang logam di kantung jaketku dan meletakkannya di atas genangan air itu. "Airnya bereaksi, ini adalah air raksa! Cepat panggil ambulans!" teriakku. Aku segera mendekati orang yg berguling-guling itu dan menahannya. "Hey, bertahanlah! Ambulans akan datang" kataku berusaha menenangkan. Aku perhatikan orang ini, ada sepucuk surat di kantong mantelnya. Aku ambil surat itu dan kubaca surat itu:
Tebak siapa aku!

Bersambung

0 comments:

Post a Comment